Opini
FENOMENA KEKERASAN SEKSUAL ANAK (Indonesia Darurat Kejahatan Seksual)
Oleh : Muh. Salman Al-farisi
Masyarakat kembali dikagetkan dengan kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh 14 orang pelaku terhadap korbannya Yuyun yang masih berusia 14 tahun di Bengkulu, setelah para pelaku pesta minuman keras jenis tuak. Lagi di Cirebon tepatnya di Kecamatan Astanajapura gadis berusia 14 tahun digilir Lima orang yang masih ABG juga setelah para pelaku menenggak minuman keras.
Melihat berbagai contoh kasus yang terjadi di masyarakat, pelecehan seksual menjadi lebih rentan terjadi pada diri anak, karena seorang anak berada pada posisi lemah. Selain lemah fisik, anak-anak sangat mudah dipengaruhi atau dibujuk, bahkan diancam.
Dari kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak, ditemukan fakta bahwa para pelakunya merupakan orang dekat. Bahkan tidak menutup kemungkinan, pelecehan ini juga dilakukan oleh kerabat korban sendiri, seperti contoh kasus yang sudah disebutkan di atas. Para pelaku melakukan kejahatan tersebut karena memang muncul niat jahat melakukan kejahatan tersebut baik kepada perempuan dewasa maupun anak-anak. Dan yang sekarang ini terjadi, bermunculan para pedofil.
Pedofilia adalah gangguan kejiwaan pada orang dewasa yang memiliki dorongan seksual dan fantasi terhadap anak-anak bahkan anak yang masih dibawah umur. Biasanya anak-anak yang menjadi korban berumur dibawah 15 tahun. Sedangkan penderitanya umumnya berusia diatas 16 tahun. Para penderita pedofilia kebanyakan kaum pria.
Apapun latar belakangnya, kasus pelecehan seksual merupakan kejahatan yang tidak dapat dibiarkan begitu saja, apalagi korbannya adalah anak-anak yang notobene masa depannya masih sangat panjang. Akibat pelecehan seksual pada anak tidak hanya berdampak luka fisik, dan yang paling berbahaya justru dampak psikologisnya karena berpotensi menimbulkan gangguan jiwa hingga terhambatnya perkembangan mental anak.
Korban pelecehan seksual akan sangat terganggu perkembangan jiwanya. Mudah tersinggung, sakit hati, frustasi, ketakutan yang luar biasa, bahkan lebih parah bisa mengalami goncangan jiwa sehingga si anak sering histeris dan berperilaku aneh. Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks. Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.
Orang tua harus sigap dalam melindungi anak-anaknya terhadap kasus pelecehan seksal anak-anak. Orang tua harus selalu waspada. Kewaspadaan ini harus tetap dijaga terus-menerus, karena pelaku kejahatan seksual ini tidak memiliki ciri-ciri khusus yang bisa ditandai. Para pelaku kejahatan seksual ini sangat pandai menyembunyikan perbuatan jahatnya. Kebanyakan justru para pelaku ini nampak sebagai penyayang anak.
Para orang tua harus bisa memberikan perlindungan dan pengertian kepada anak agar terhindar dari kasus pelecehan seksual. Orang tua perlu menjelaskan tentang bagian-bagian tubuh pribadi si anak. Setiap fungsi dari bagian tubuh harus diperkenalkan kepada anak agar anak dapat memahami bahwa orang lain dapat melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan kepada dirinya berkaitan dengan perbuatan seksual dan upaya anak dapat memahami hal tersebut dan anak diminta untuk melaporkan jika terjadi kekerasan seksual yang menimpa dirinya. Anak harus dibiasakan berbagi cerita kepada orang tuanya. Hal tersebut penting karena para pelaku tindakan kekerasan seksual pada anak seriangkal memaksa dan mengancam para korban agar tidak menceritakan tindakannya kepada orang lain.
Pendidikan seksual dan pemberian informasi tentang permasalahan seksual nampaknya dapat mencegah perilaku pencegahan seksual. Orang tua perlu menanamkan rasa malu sejak dini dan ajarkan pada mereka untuk tidak membuka baju di tempat terbuka dan juga buang air kecil di kamar mandi. Dalam hal ini pmerintah harus segera
melakukan tindakan pencegahan agar kasus
kekerasan seksual terhadap anak tidak meningkat. Sebenarnya perangkat perundang-undangan di
Indonesia yang mengatur sudah lebih maju
dibanding negara-negara lain, namun sosialisasi dan implementasi masih jauh dari harapan. Tindakan dari kepolisian pun terkesan lambat dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Ada baiknya jika pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak dihukum mati karena kejahatan seksual anak sudah menjadi kasus yang besar. Undang-Undang Perlindungan Anak Tahun 2002 perlu direvisi. Dalam UU Perlindungan Anak tersebut adalah ancaman hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak maksimal 15 tahun. Maraknya kasus kekerasan anak ini membuat para tokoh, lembaga, dan masyarakat mengusulkan hukuman dari 20 tahun, hukuman kebiri, hukum cairan kimia, hukum rajam, hukuman seumur hidup bahkan hukuman mati.
Karena perbuatan kekerasan seksual terhadap anak berdampak negatif terhadap psikologi anak dan tumbuh kembang anak. Kasus kekerasan seksual terhadap anak sudah sampai memasuki fase darurat sebab sampai bulan mei 2014 lalu sudah terjadi lebih dari 400 kasus. Kasus kekerasan anak ini memerlukan perhatian yang lebih dari pemerintah pusat agar tidak semakin meningkat.
Untuk itu pemerintah harus segera menindak tegas para pelaku kejahatan seksual terhadap anak, karena jika tidak diberi tindakan tegas dan hukuman berat, maka akan bermunculan lagi kasus-kasus serupa. Mengingat maraknya kasus kejahatan seksual ini, maka pemerintah harus segera merevisi dan memberlakukan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan hukuman yang sangat berat.
Salah satu contoh, penulis lebih setuju hukuman kebiri (suntik mati libido/nafsu syahwat) atau potong alat kelamin bagi pelaku kejahatan seksual atau hukum rimba (alias main hakim rame-rame).
*Penulis adalah anggota Jaringan Radio Komunitas Se Wilayah III Jawa Barat, Bagian Advokasi hukum.
Taiwan, 12 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar